29 Juli 2008

Orang Minang Otaknya Jalan

Emil Salim: Hantam Habis-Habisan Infrastruktur

SUMATRA Barat perlu mengembangkan industri yang sedang tumbuh di kawasan khatulistiwa ini. Terutama industri yang berkaitan dengan...

pertanian. Tapi, Penekanan terhadap industri pertanian bukan pada industri beras atau bahan mentah, melainkan kreatif industri. Misalnya, kreatif dalam industri makanan/masakan, kerajinan dan pengolahan hasil alam lainnya. Ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan daya saing hasil produksi di Sumbar dengan propinsi tetangga dan, tentunya, luar negeri.

“Masyarakat Minang ini otaknya jalan,” kata panelis dalam diskusi panel pembahasan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Sumbar 2005-2025 di DPRD Sumbar Prof. Dr. Emil Salim,” bila ada kesempatan mereka akan bergerak. Kita punya industri makanan yang tumbuh, begitu juga dengan kerajinan. Jadi butuh infrastruktur untuk mendistribusikannya. Oleh sebab itu, hantam habis-habisan pada infrastruktur, itu kunci utamanya.”

Menurut mantan Mentri Lingkungan Hidup di jaman Suharto ini, kekurangan mencolok di Sumbar memang minimnya infrastruktur, terutama jalan. Selama ini aktivitas di jalan sangat padat, misalnya jalan raya Padang-Bukittinggi yang acapkali dilalui kargo bermuatan berat. Akibatnya, fasilitas jalan yang menghubungkan antar kabupaten/kota di Sumbar rata-rata rusak, karena kelebihan beban.

Itu menandakan industri sedang bekembang, tapi pemerintah kurang arif dalam menyikapi persoalan infrastruktur yang sesungguhnya menjadi darah pembangunan tersebut. Perbaikan-perbaikan jalan yang kebanyakan hanya dengan cara penambalan tidak akan memberikan hasil maksimal. Emil menyarankan, infrastruktur dikembangkan lebih jauh.

Butuh Kereta Api
“Yang saya belum lihat di sini adalah kereta api. Selama ini kan aktivitas di jalan sangat padat, apalagi dilalui kargo. Makanya jalan banyak yang rusak. Kereta api dibangun untuk kargo. Jadi nantinya kargo ke kereta api, beban jalan jadi kurang,” papar Emil yang mengaku kemenakannya H. Agus Salim ini.

Lebih jauh Emil juga menyarankan pengembangan jalur kargo kereta api ke Pekanbaru, sebab di daerah minyak itu sekarang sedang maju-majunya. “Kenapa ke pakan baru? Nah, kalau di darat ada Pakanbaru dan di pantai ada Teluk Bayur, (akan lebih mudah berhubungan dengan luar negeri-red) karena ada Asian Economy. Ada selat malaka. Jadi hantam habis-habisan pada infrastruktur,” lanjut Emil.

Pembangunan Sosial
Menurut Emil, pembangunan yang akan dikembangkan di Sumbar tidak hanya dalam bidang ekonomi. Pembangunan sosial budaya, pun menjadi prioritas penting. Sehubungan dengan tema diskusi panel Menjadikan Sumatra Barat Provinsi Berbasis SDM Tahun 2025, Emil menyokong fungsi lembaga adat di masing-masing daerah. Adat Basandi Syarak, Syarak basandi kitabullah harus ditanamkan benar ke masyarakat, karena itu dari dulu menjadi senjata utama Minangkabau dengan daerah lain.

Langkah nyata yang harus segera dilakukan adalah menyatukan semua unsur yang membentuk industri. Misalnya ada pertambangan, industri, ada pertanian, perkebunan, dan perikanan, bagaimana menggabungkannya menjadi suatu kekuatan, bukan persengketaan. Bagaimana menyatukan masing-masing potensi yang ada; mensinergikan masyarakat, pengusaha dan pemerintah; merajut keharmonisan sosial dan bisnis dan; kerjasama antara masyarakat dengan perguruan tinggi.

Pemda, kata Emil, seharusnya bisa membaca peta kemiskinan di Sumbar. Misalnya, daerah di daerah utara ada Pasaman yang infrastrukturnya mesti betul-betul jadi perhatian. Atau di daerah selatan, Pesisir Selatan, dimana kemiskinan bersumber dari banyaknya lahan kering yang tak mungkin di olah sebagai lahan pertanian. Hal-hal seperti ini harus diperhatikan pemda dengan memerankan fakultas pertanian.

Selain itu, pemda Sumbar juga harus pandai menimbang-nimbang dampak industri kepada masyarakat sekitar. “Kalau kita punya gunung, lembah, dataran dan pantai, bagaimana memanfaatkannya. Artinya kalau kau bangun pertambangan di hulu, bagaimana dampaknya pada masyarakat di hilir,” terang Emil.

Peran Ninik Mamak
Profesor dari Universitas Indonesia ini juga menegaskan, ninik mamak bukan pemerintah. Ia memiliki kaum dari keturunannya sendiri, atau privat domain yang tentu saja bertanggung jawab terhadap kaumnya itu. Sementara pemerintah, apalagi yang dipilih langsung oleh rakyat, merupakan public domain yang bertanggung jawab pada rakyat.

Penggabungan dua ‘domain’ ini akan menjadikan kekuatan yang dahsyat di Sumbar. Pemerintah seharusnya lebih memperhatikan pengaruh ninik mamak dalam program yang berkaitan langsung dengan kepentingan rakyat. Misalnya dalam menghadapi persoalan tanah ulayat yang selalu menjadi kendala dalam pengembangan industri di Ranah Bundo ini.

Tidak ada komentar: